WILUJENG RAWUH.....SELAMAT DATANG......WELCOME

WILUJENG RAWUH.....SELAMAT DATANG......WELCOME

Senin, 04 Juli 2011

WAYANG BEBER


WAYANG beber merupakan seni pertunjukan tradisional yang dapat dikategorikan kurang populer dan publiknya sangat terbatas. Secara umum, wayang beber termasuk jenis seni pertunjukan tradisional yang fenomenal. Pertama, jenis wayang tersebut termasuk peninggalan budaya yang telah berusia tua, karena pusaka budaya ini merupakan peninggalan zaman Majapahit. Kedua, jenis wayang ini hanya ditemukan di daerah pegunungan Jawa bagian tengah dan selatan, khususnya di Gunungkidul (DIY) dan Pacitan (Jawa Timur).

Nasib serupa juga dialami kesenian Dhalang Jemblung (Banyumas Jawa Tengah) dan Kentrung (Blora Jawa Tengah). Seni pertunjukan langka ini jarang dipentaskan dan kurang populer. Praktisi seni yang mampu memainkan atau mementaskannya sangat terbatas, publik yang bisa mengapresiasinya juga relatif terbatas.

Kondisi wayang beber, kentrung dan dhalang jemblung, memang sangat kontras bila dibandingkan kesenian tradisional lainnya, seperti wayang kulit purwa, ketoprak, dan ludruk. Selama ini, wayang beber hanya diulas sepintas dalam literatur pewayangan. Salah satunya adalah, karya budayawan Jawa RM Sayid dari Surakarta, berupa buku tipis terbitan tahun 1980-an dan hanya dicetak stensil.

Di Karangmojo Gunungkidul dan di Pacitan Jawa Timur, keberadaan wayang beber masih dianggap benda keramat. Bila hendak dipentaskan, serangkaian upacara harus diadakan, dengan segenap sesaji dan ubarampe. Demi menjaga kelestariannya, setiap saat jenis wayang tadi harus ‘dibersihkan’ dan dirawat dengan disertai upacara tradisi. Saat ini juga sangat jarang orang yang nanggap wayang beber. Padahal jenis wayang ini termasuk pusaka budaya yang ‘dikeramatkan’.

Berbeda dengan wayang kulit purwa yang ceritanya bersumber dari epos Mahabharata dan Ramayana, dengan segenap cerita carangan-nya, wayang beber hanya membeber cerita Panji. Oleh karena itu kadang-kadang jenis wayang ini juga dinamakan wayang beber gedhog. Yakni jenis wayang yang ceritanya bersumber dari cerita Panji, bisa berupa wayang golek, wayang dari kulit maupun wayang dari kayu.

Dalam khazanah sastra Jawa, cerita Panji termasuk jenis cerita yang lahir dan berkembang di era sastra Jawa Pertengahan, yakni karya sastra Jawa yang diciptakan pada zaman Majapahit. Jenis cerita ini tidak hanya tersebar di Jawa, Madura, Bali dan Lombok, melainkan juga sampai di wilayah Melayu (Palembang, Jambi dan Riau), bahkan sampai ke Semenanjung Melayu (Malaysia).

SEJARAH kelahiran wayang beber memang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan kerajaan Majapahit. Wayang jenis ini dikenal pertama kali pada masa Majapahit, tepatnya saat kerajaan di Bumi Trowulan itu dipimpin Raden Jaka Susuruh. Raja ini bergelar Prabu Bratana. Hal itu ditunjukkan dengan candrasengkala pembuatan wayang beber pada masa itu, yakni gunaning bhujangga sembahing dewa, yang menunjukkan tahun Saka 1283 (1361 M).

Saat itu wayang beber masih mengambil cerita wayang purwa. Bentuk wayang beber purwa sudah seperti yang ditemukan sekarang, yakni dilukis di atas kertas. Ketika dipergelarkan, kertas berlukiskan wayang tersebut digelar (Jawa: dibeber), dan bila sudah selesai digulung kembali untuk disimpan.

Pada zaman Majapahit, pergelaran wayang beber purwa di lingkungan istana sudah menggunakan iringan gamelan. Sementara pertunjukan wayang beber di luar istana, tepatnya di lingkungan masyarakat biasa, hanya diiringi rebab (alat musik gesek khas Jawa). Di lingkungan kraton, pertunjukan wayang beber diadakan dalam rangka acara-acara khusus, seperti ulang tahun raja, perkawinan putra-putri raja dan sebagainya. Sementara di tengah-tengah rakyat kebanyakan, pergelaran wayang beber di masa itu diadakan untuk kepentingan ritual, seperti ruwatan.

Saat Majapahit diperintah Prabu Brawijaya, tepatnya tahun 1378, bentuk wayang beber mengalami penyempurnaan. Brawijaya termasuk raja yang memiliki perhatian besar terhadap wayang beber. Ia memerintahkan kepada salah satu anaknya yang memiliki kepandaian melukis, yakni Raden Sungging Prabangkara, untuk menyempurnakan penampilan wayang beber. Lukisan wayang yang semula hanya hitam putih, oleh Sungging Prabangkara dibuat menjadi berwarna, sehingga penampilan wayang beber menjadi lebih hidup dan menarik. Proses penyempurnaan wayang beber ini terjadi tahun 1378 Masehi.

Wayang beber yang mengambil cerita Panji diperkirakan baru muncul pada zaman Mataram (Islam), tepatnya pada masa pemerintahan Kasunanan Kartasura. Kala itu raja yang memerintah adalah Amangkurat II (1677-1703). Hal itu juga disebutkan dalam salah satu tembang Kinanthi yang ada di Serat Centhini (lihat ilustrasi).

Wayang beber di zaman Mataram Kartasura dibuat dari kertas lokal, yakni kertas Jawa dari Ponorogo. Cerita yang ditampilkan antara lain Jaka Kembang Kuning, salah satu episode cerita Panji. Kemudian pada masa pemerintahan Amangkurat III atau Sunan Mas, dilakukan penyempurnaan lagi terhadap lukisan wayang beber. Wajah dan pakaian yang dikenakan tokoh-tokoh utama, seperti Panji Asmarabangun dan Dewi Candrakirana, disesuaikan dengan penampilan Arjuna dan tokoh perempuan yang cantik sebagaimana tokoh-tokoh wayang purwa.

Selanjutnya para era pemerintahan Sunan Paku Buwono II lukisan wayang beber diubah lagi, terutama pada ilustrasi yang melatarbelakangi penampilan tokoh. Ilustrasi yang ada dikurangi dan disederhanakan, sehingga penampilan wayang beber menjadi lebih klasik dan tidak rumit. Sosok tokoh menjadi kelihatan menonjol. Kisah cinta Panji Asmarabangun, oleh Paku Buwono II dibuat menjadi lakon Remeng Mangunjaya.

Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah daerah tertentu di Pulau Jawa. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang baik Mahabharata maupun Ramayana.

Konon oleh para Wali di antaranya adalah Sunan Kalijaga wayang beber ini dimodifikasi bentuk menjadi wayang kulit dengan bentuk bentuk yang bersifat ornamentik yang dikenal sekarang, karena ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup (manusia, hewan) maupun patung serta diberi tokoh tokoh tambahan yang tidak ada pada wayang babon (wayang dengan tokoh asli India) diantaranya adalah Semar dan anak-anaknya serta Pusaka Hyang Kalimusada. Wayang hasil modifikasi para wali inilah yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam dan yang kita kenal sekarang. Perlu diketahui juga bahwa Wayang Beber pertama dan masih asli sampai sekarang masih bisa dilihat. Wayang Beber yang asli ini bisa dilihat di Daerah Pacitan, Donorojo, wayang ini dipegang oleh seseorang yang secara turun-temurun dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang dari keturunan yang berbeda karena mereka percaya bahwa itu sebuah amanat luhur yang harus dipelihara.

Usia teater tutur ini sudah amat tua, sekurang-kurangnya sudah ada sejak zaman Majapahit (menurut berita Cina tahun 1416). Sisa-sisanya masih terdapat di Pacitan dan kemungkinan hampir punah karena seni ini tidak dapat diajarkan kepada orang-orang lain kecuali keturunannya saja, takut terhadap pelanggaran pantangan nenek moyangnya.

Wayang Beber hanya dipentaskan untuk upacara ruwatan atau nadar saja. Wayang ini berbentuk lukisan di atas kertas, dengan roman seperti wayang kulit purwa hanya kedua matanya nampak. Sikap wayang bermacam-macam, ada yang duduk bersila, sedang berjalan, sedang berperang dan sebagainya. Lukisan wayang beber berjumlah 6 gulung, dan tiap gulung berisi 4 jagong atau adegan.

Dalang menggelar tiap gulungan tiap gulungan dengan cara membeberkannya di atas kotak gulungan.

Urutan pertunjukkan :
1. Dalang membakar kemenyan, kemudian membuka kotak dan mengambil tiap gulungan menurut kronologi cerita.
2. Dalang membeberkan gulungannya pertama dan seterusnya, dengan membelakangi penonton.
3. Dalang mulai menuturkan janturan (narasi).
4. Setelah janturan, mulailah suluk (Lagu penggambaran) yang amat berbeda dengan umumnya suluk wayang purwa
5. Setelah suluk, dimulailah pocapan berdasarkan gambar wayang yang tengah dibeberkan. begitu seterusnya sampai seluruh gulungan habis dibeberkan dan dikisahkan.

Seluruh pertunjukkan diiringi dengan seperangkat gamelan Slendro yang terdiri dari rebab, kendang batangan, ketuk berlaras dua, kenong, gong besar, gong susukan, kempul. Penabuhnya cukup 4 orang saja yakni sebagai penggesek rebab, petigendang, penabuh ketuk kenong, dan penabuh kempul serta gong. Patet yang digunakan hanya patet nem dan patet sanga.

Lama pementasan hanya sekitar satu setengah jam saja, dapat dilakukan siang hari ataupun malam hari.

Setiap pagelaran wayang beber harus ada sesaji yang terdiri dari kembang boreh, ketan yang ditumbuk halus, tumpeng dan panggang ayam, ayam hidup, jajan pasar (kue-kue) dan pembakaran kemenyan. Untuk upacara ruatan atau bersih desa perlu ada tambahan sesaji berupa sebuah kuali baru, kendi baru dan kain putih baru.

Sumber : .PERKEMBANGAN TEATER DAN DRAMA INDONESIA
Pengarang : Jakob Sumardjo
Penerbit : STSI PRESS Bandung, 1997

TEMPO Interaktif, Pacitan – Dinas Kebudayan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah Raga (Disbudparpora) Kabupaten Pacitan akan mengembangkan seni wayang beber kedalam berbagai media seni lainnya baik seni lukis, seni tari, drama, dan sebagainya.

Kepala Dinas Kebudayan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah Raga (Disbudparpora) Kabupaten Pacitan, Mohmamad Fathoni, mengakui jika pementasan wayang beber selama ini cenderung monoton dan kurang menarik. “Pementasannya cenderung monoton dan membuat penontonnya bosan. Makanya kami akan mengembangkannya untuk ditampilkan dalam seni lukis, seni tari, drama, seni cetak sablon, dan media seni lainnya yang modern dan kontemporer,” ungkapnya, Rabu (14/4).

Pementasan wayang beber memang tidak sekompleks seperti wayang kulit. Sang dalang hanya menceritakan jalan cerita romantika tokoh Panji dan Dewi Sekartaji yang digambarkan dalam beberapa lembar gambar dengan diringi musik gamelan. “Mudah-mudahan jika dituangkan dalam media seni lainnya akan semakin menarik sehingga bisa terus dilestarikan oleh generasi muda,” kata Fatoni.

Apalagi, dalang untuk wayang ini tidak boleh sembarang dilakonkan setiap orang. “Selama ini yang boleh jadi dalang hanya yang satu keturunan dari dalang pertama,” katanya. Hingga kini dalang tua yang berhak memainkan sudah mencapai generasi ke-13 yakni Ki Mardi Guno Carito, yang sudah berumur lebih dari 70 tahun.

Namun untuk tetap melestarikannya, akhirnya dilantik dalang muda meski diluar keturunan dalang pertama. Sang dalang muda, Rudi Prasetyo, menyambut baik pelestarian yang digagas Dinas Kebudayan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah Raga (Disbudparpora) setempat.“Sebab wayang beber merupakan salah satu kesenian asli Pacitan dan generasi muda memang tidak terlalu tertarik. Semoga dengan dikembangkan ke media seni lainnya akan tetap eksis dan lebih menarik,” jelas dalang yang masih berusia 26 tahun ini.

Menurut Kitab Sastro Mirudo, Wayang Beber dibuat pada tahun 1283, dengan Condro Sengkolo, Gunaning Bujonggo Nembah Ing Dewo (1283), Kemudian dilanjutkan oleh Putra Prabu Bra Wijaya, Raden Sungging Prabangkara, dalam pembuatan wayang beber, yang artistik melebihi keindahan lukisan kubisme Pablo Picaso, jika dibanding untuk masa kini. Wayang Beber juga memuat banyak cerita Panji, yakni Kisah Cinta Panji Asmoro Bangun yang merajut cintanya dengan Dewi Sekartaji Putri Jenggolo yang keelokan parasnya melompat bagai wanita tahun Milenium Ke 2, tapi kepribadiannya tetap murni kisaran abad 12, hal ini di buktikan pada dilog romantis anatar Panji Asmoro Bangun Denagn Sekartaji, ketika memadu cinta, kala itu Sekartaji ditanyakan tentang kedalaman cintanya kepada Panji Asmoro, Ternyata Jawabnya, hanya seujung kuku hitam begitu jawab Sekartaji, Terhenyak Panji Asmoro Wajah Merah Padam bagai Makan Cabai satu Kilo, Demi menyimak wajah Suaminya Membara, Sekartaji Menjabarkan dengan kelembutan Budinya, bahwa ujung kuku adalah simbul kewantekan cinta yang takan pudar, atau punah, kuku hitam tiap kali dipotong akan tumbuh terus tiada henti, begitulah cinta Sekartaji kepada Sang Panji Asmoro Bangun, Merasa Kalah cerdas jiwa, Panji Asmoro mohon izin kepada Istrinya intuk pergi berkelana mencari ilmu , memperluas wawasan keberbagai penjuru dunia,

Sabtu, 02 Juli 2011

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, nikmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat membuat bog untuk yang pertama secara otodidak..
Pembuatan bog hanya dari pengetahuan secara otodidak dari referensi - referensi yang ada,kemudian di praktekan dan hasilnya masih jauh dari kesempurnaan..
Saya menyadari bahwa blog ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan guna penyempurnaan selanjutnya. Harapan saya blog ini berguna bagi semua pihak khususnya diri saya sendiri..


                                                                                    Penulis